ARTIKEL 5 (TUGAS BUAT BLOG): KTSP DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI INDONESIA

ARTIKEL 5 (TUGAS BUAT BLOG): KTSP DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI INDONESIA
KTSP DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI INDONESIA

MAKALAH
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
KAPSEL DAN PROBLEMATIK PENDIDIKAN BS

DOSEN PENGAMPU : Drs. Adi Bandono, M.Pd.

Disusun Oleh :
MOH.TAUFIQ    ( 090020116 )
KELAS :  D


PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER TEKNOLOGI PEMBELAJARAN
UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA
2009/2010

 
BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
                  Pada akhir tahun 2006 dan sampai pertengahan tahun 2007, sebagian besar satuan pendidikan sibuk dengan pekerjaan besar, yaitu menyusun kurikulumnya sendiri yang sering disebut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dengan semangat otonomi dan desentralisasi, KTSP memberi keleluasaan sekolah untuk mengembangkan kurikulum sendiri. KTSP sebenarnya positif, sebab sekolah diberi otonomi untuk berdiskusi terkait dengan standar Kompetensi yang telah ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Hanya saja, sebagian besar guru belum terbiasa untuk mengembangkan model-model kurikulum. Selama ini mereka diperintah untuk melaksanakan kewajiban yang sudah baku, yakni kurikulum yang dibuat dari "pusat".
             Penerapan KTSP tersebut berimplikasi pada bertambahnya beban bagi guru. Penerapan KTSP mengandalkan guru bisa membuat kurikulum untuk tiap mata pelajaran, padahal, selama ini guru sudah terbiasa mengikuti kurikulum yang ditetapkan pemerintah. Pemberdayaan guru dalam KTSP ini akan lebih baik, karena guru harus memikirkan perencanaan penyampaian materinya. Penerapan KTSP memberikan peluang bagi setiap sekolah untuk menyusun kurikulumnya sendiri, dan untuk itu tiap guru yang akan mengajar di kelas dituntut memiliki kemampuan menyusun kurikulum yang tepat bagi peserta didiknya.
            Banyak hasil yang diperoleh dari kegiatan penyusunan KTSP tersebut, tidak saja berupa silabus dan rencana pembelajaran serta keterampilan menerapkannya, tetapi juga memberi pengalaman baru bagi guru tentang bagaimana berpikir tentang masa depan pendidikan bagi peserta didiknya. Bekal pengetahuan dan keterampilan tersebut akan digunakan guru dalam mengimplementasikan KTSP. Dari sekian macam kegiatan yang dilakukan, guru masih meragukan hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan KTSP antara lain tentang waktu yang diperlukan peserta didik untuk "tuntas" pada kompetensi dasar tertentu. Hal itu disebabkan adanya kebiasaan guru yang biasanya selesai diterangkan selama 15 menit, tetapi dengan sistem pembelajaran pada KTSP, guru seolah menjadi repot dan misalnya butuh waktu lama. Ini berarti bahwa guru masih merasa bahwa cara-cara yang dilakukan dalam mengajar selama ini diangggap sudah baik dan guru sudah "hafal" dengan cara-cara tersebut. peserta didiknya, karena peserta didik harus dinilai tidak hanya aspek kognitifnya tetapi juga aspek afektif dan psikomotornya Padahal, dengan cara-cara seperti yang dilakukannya bertahun-tahun, hasil atau mutu pendidikan kita sekarang dianggap masih rendah dan peserta didik kita masih belum dapat bersaing dengan negara lain.
B. Permasalahan
            Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka permasalahan yang akan dikaji adalah :
  1. Apakah yang dimaksud dengan KTSP ?
  2. Bagaimanakah problematika KTSP di lapangan ?
C. Tujuan.
1. Mendeskripsikan tentang KTSP.
2. Menelaah dan mencari solusi tentang permasalahan KTSP.
D. Manfaat.
1. Bagi Guru ( para pendidik )  dapat memahami tentang KTSP secara operasional.
2. Bagi siswa  dapat mengembangkan tiga ( 3 ) aspek kemampuan dasar yaitu
    kognitif, afektif dan psychomotor.
  1. Bagi Kepala Sekolah dapat memahami penyusunan KTSP secara operasional sesuai dengan kondisi sekolah masing-masing.
BAB II
PEMBAHASAN

A.PENGERTIAN KURIKULUM DAN KTSP
            Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi(SI), proses, kompetensi lulusan(SKL), tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.
            Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI dan SKL serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
            Selain dari itu, penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005. Panduan yang disusun BSNP terdiri atas dua bagian.
Pertama, Panduan Umum yang memuat ketentuan umum pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan pada satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat dalam SI dan SKL.Termasuk dalam ketentuan umum adalah penjabaran amanat dalam UU 20/2003 dan ketentuan PP 19/2005 serta prinsip dan langkah yang harus diacu dalam pengembangan KTSP.
Kedua, model KTSP sebagai salah satu contoh hasil akhir pengembangan KTSP dengan mengacu pada SI dan SKL dengan berpedoman pada Panduan Umum yang dikembangkan BSNP. Sebagai model KTSP, tentu tidak dapat mengakomodasi kebutuhan seluruh daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan hendaknya digunakan sebagai referensi.
Panduan pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan peserta didik untuk :
- belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
- belajar untuk memahami dan menghayati,
- belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,
- belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan
- belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif,
  kreatif, efektif dan menyenangkan.
- Standar Isi (SI)
SI mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Termasuk dalam SI adalah : kerangka dasar dan struktur kurikulum, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) setiap mata pelajaran pada setiap semester dari setiap jenis dan jenjang pendidikan dasar dan menengah. SI ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 22 Tahun 2006.
- Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
SKL merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagaimana yang ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 23 Tahun 2006.
Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah :

KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Pengembangan KTSP mengacu pada SI dan SKL dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah. Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP .

B. PENGEMBANGAN KTSP
    KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
- Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan  
    lingkungannya.
- Beragam dan terpadu
- Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
- Relevan dengan kebutuhan kehidupan
- Menyeluruh dan berkesinambungan
- Belajar sepanjang hayat
- Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
C. KEUNGGULAN KTSP.
          KTSP yang juga. merupakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) memiliki berbagai keunggulan dan kelemahan. Keunggulan konsep ini, meski bukan format satu-satunya untuk mengantisipasi permasalahan pendidikan, namun secara umum, KTSP bisa 'diandalkan' menjadi patokan menghadapi tantangan masa depan dengan pembekalan keterampilan pada peserta didik. Keunggulan lain, KTSP memiliki kemampuan beradaptasi dengan daerah ,setempat, karena keterampilan yang diajarkan berdasarkan pada lingkungan dan kemampuan peserta didik. Di samping itu juga adanya penghargaan bagi pribadi peserta didik. Peserta didik yang mampu menyerap materi dengan cepat akan diberi tambahan materi sebagai pengayaan, dan peserta didik yang kurang akan ditangani oleh guru dengan penuh kesabaran dengan mengulang materinya atau memberi remedial. Peserta didik juga diajak bicara, diskusi, wawancara dan membahas masalah-masalah yang kontekstual, yang dalam kenyataannya memang diperlukan sehingga peserta didik menjadi lebih mengerti dan menjiwai permasalahannya karena sesuai dengan keadaan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Peserta. didik tidak hanya dituntut untuk menghafal namun yang lebih penting sudah adalah belajar proses sehingga men dorong peserta didik untuk meneliti dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari
D. GURU SEBAGAI FASILITATOR DALAM KTSP
            Salah satu ciri pembelajaran efektif adalah mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya (Dit-PLP, 2003). Ciri inilah yang dikembangkan dalam pembelajaran KTSP dan berkaitan dengan filsafat konstruktivisme. Tugas penting guru pada pendidikan formal di sekolah di antaranya adalah membantu peserta didik untuk mengenal dan mengetahui sesuatu, terutama memperoleh pengetahuan. Dalam pengertian konstruktivisme, pengetahuan itu merupakan "proses menjadi", yang pelan-pelan menjadi lebih lengkap dan benar. Pengetahuan itu dapat dibentuk secara pribadi dan peserta didik itu sendiri yang membentuknya.
            Peran guru atau pendidik adalah sebagai fasilitator atau moderator dan tugasnya adalah merangsang atau memberikan stimulus, membantu peserta didik untuk mau belajar sendiri dan merumuskan pengertiannya. Guru juga mengevaluasi apakah gagasan peserta didik itu sesuai dengan gagasan para ahli atau tidak. Sedangkan tugas peserta didik aktif belajar, mencerna, dan memodifikasi gagasan sebelumnya. Dalam KTSP dianut bentuk pembelajaran yang ideal yaitu pembelajaran peserta didik aktif dan kritis. Peserta didik tidak kosong, tetapi sudah ada pengertian awal tertentu yang harus dibantu untuk berkembang. Maka modelnya adalah model dialogis, model mencari bersama antara guru dan peserta didik. Peserta didik dapat mengungkapkan gagasannya, dapat mengkritik pendapat guru yang dianggap kurang tepat, dapat mengungkapkan jalan pikirannya yang lain dari guru. Guru tidak menjadi diktator yang hanya menekankan satu nilai satu jalan keluar, tetapi lebih demokratis. Dalam KTSP, pendidikan yang benar harus membebaskan peserta didik untuk berpikir, berkreasi, dan berkembang.
            Implementasi KTSP sebenarnya membutuhkan penciptaan iklim pendidikan yang memungkinkan tumbuhnya semangat intelektual dan ilmiah bagi setiap guru, mulai dari rumah, di sekolah, maupun di masyarakat. Hal ini berkaitan adanya pergeseran peran guru yang semula lebih sebagai instruktor atau selalu memberi instruksi dan kini menjadi fasilitator pembelajaran. Guru dapat melakukan upaya-upaya kreatif serta inovatif dalam bentuk penelitian tindakan terhadap berbagai teknik atau model pengelolaan pembelajaran yang mampu menghasilkan lulusan yang kompeten.
E. KELEMAHAN KTSP
            Namun, kesulitan yang mungkin saja timbul dari pelaksanaan KTSP ini adalah diperlukannya waktu yang cukup oleh pendidik dalam membina perkembangan peserta didiknya, terutama peserta didik yang berkemampuan di bawah rata-rata. Kenyataan membuktikan, kondisi sosial dan ekonomi yang menghimpit kesejahteraan hidup para guru, menyebabkan mereka kurang berkonsentrasi dalam proses pembelajaran. Belum lagi mengingat kualitas guru yang kurang merata di setiap daerah. Ini artinya, KTSP menghadapi kendala daya kreativitas dan beragamnya kapasitas guru untuk membuat. kurikulum sendiri.
Kendala lain, KTSP menuntut kemampuan guru dalam menjalankan pembelajaran berbasis kompetensi dengan merencanakan sendiri bagaimana strategi yang tepat diterapkan sesuai dengan kondisi dan kemampuan daerah setempat. Di samping masalah fasilitas pendidikan di sekolah yang masih sangat minim. Padahal konsep ini lebih menitikberatkan pada praktek di lapangan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki dibanding teori semata. Kendala lain yang dialami guru adalah ketidakpahaman mengenai apa dan bagaimana melakukan evaluasi dengan portofolio. Karena ketidakpahaman ini mereka kembali kepada pola assessment lama dengan tes-tes dan ulangan-ulangan yang cognitive-based semata. Tidak adanya model sekolah yang bisa dijadikan sebagai rujukan membuat para guru tidak mampu melakukan perubahan, apalagi lompatan, dalam proses peningkatan kegiatan belajar mengajarnya.
           Berkenaan dengan tidak adanya target materi dalam KTSP, di satu pihak KTSP menekankan kompetensi peserta didik yang berarti proses belajar harus diperhatikan oleh guru, di pihak lain materi meskipun tidak diprioritaskan tetapi akhirnya harus diselesaikan juga. Dengan demikian guru harus berpacu dengan waktu, sementara proses belajar tidak dapat dipastikan keberhasilannya. Hal ini berdampak pada rendahnya hasil belajar peserta didik yang dibinanya, yang berujung pada penolakan kebijakan pemerintah tentang Ujian Nasional (UN) sebagai dasar penentuan kelulusan peserta didiknya.
F. PERUBAHAN PARADIGMA MENGAJAR.
            Dengan KTSP, guru mengajar supaya peserta didik memahami yang diajarkan dan mampu memanfaatkannya dengan menerapkan pemahamannya baik untuk memahami alami lingkungan sekitar maupun untuk solusi atau pemecahan masalah sehari-hari. Kegiatan mengajar bukan sekedar mengingat fakta untuk persediaan jawaban tes sewaktu ujian. Akan tetapi, kegiatan mengajar juga diharapkan mampu memperluas wawasan pengetahuan, meningkatkan keterampilan, dan menumbuhkan sejumlah sikap positif yang direfleksikan peserta didik melalui cara berpikir dan cara bertindak atau berperilaku sebagai dampak hasil belajamya. Oleh karena itu cara guru mengajar perlu diubah. Ditinjau dari esensi proses pembelajarannya, perlu adanya pengubahan paradigma "mengajar" (teaching) menjadi "membelajarkan" (learning how to learn) sehingga proses belajarnya cenderung dinamis dan bersifat praktis dan analitis dalam dua dimensi yaitu: pengembangan proses eksplorasi dan proses kreativitas. Proses eksplorasi menjadi titik pijak untuk menggali pengalaman dan penghayatan khas peserta didik, bukan dari pihak luar, bukan dari apa yang dimaui orang tua, guru, maupun masyarakat bahkan pemerintah sekalipun. Dari proses tersebut dikembangkan prakarsa untuk bereksperimen-kreatif, berimajinasi-kreatif dengan metode belajar yang memungkinkan peserta didik untuk melatih inisiatif berpikir, mentradisikan aktivitas kreatif, mengembangkan kemerdekaan berpikir, mengeluarkan ide, menumbuhkan kenikmatan bekerjasama, memecahkan masalah-masalah hidup dan kehidupan nyata. Karena itu, dalam proses pembelajaran seharusnya tampak dalam bentuk kegiatan prakarsa bebas (independent study), komunikasi dialogis antar peserta didik maupun antara peserta didik dan guru, spontanitas kreatif, yang kadang-kadang terkesan kurang tertib menurut pandangan pendidikan. Guru perlu menyediakan beragam kegiatan pembelajaran yang berimplikasi pada beragamnya pengalaman belajar supaya peserta didik mampu mengembangkan kompetensi setelah menerapkan pemahamannya pengetahuannya. Untuk itu strategi belajar aktif melalui multi ragam metode sangat sesuai untuk digunakan ketika akan menerapkan KTSP.
            Dalam pendidikan matematika, Marpaung (2003) menyatakan perlunya melakukan perubahan/ pergeseran paradigma dari paradigma mengajar ke paradigma belajar. Lebih lanjut Marpaung memerinci karakteristik paradigma belajar, yaitu: peserta didik aktif guru aktif, pengetahuan dikonstruksi, menekankan proses dan produk, pembelajaran luwes dan menyenangkan, sinergi pikiran dan tubuh, berorientasi pada peserta didik, asesmen bersifat realistik, dan kemampuan sebagai suatu penguasaan hubungan antar pengetahuan yang tersusun dalam suatu jaringan. Untuk itu dituntut komitmen guru untuk berubah, bersikap sabar, bersikap positif, ramah dan memiliki kompetensi tinggi. Bentuk-bentuk penilaian yang dapat digunakan oleh guru tidak hanya berupa penilaian "tradisional" yaitu hanya melakukan kegiatan ulangan harian tetapi perlu dikembangkan penilaian "alternatif", antara lain adalah portofolio, tugas kelompok, demonstrasi, dan laporan tertulis. Sebagai penjabarannya antara lain, portofolio; merupakan kumpulan tugas yang dikerjakan peserta didik dalam konteks belajar dalam kehidupan sehari-hari. Peserta didik diharapkan untuk mengerjakan tugas tersebut supaya lebih kreatif. Mereka memperoleh kebebasan dalam belajar sekaligus memperoleh kesempatan luas untuk berkembang serta merekapun termotivasi. Penilaian ini tidak perlu mendapatkan penilaian angka, melainkan melihat pada proses peserta didik sebagai pembelajaran aktif. Sebagai contoh, peserta didik diminta untuk melakukan survei mengenai jenis-jenis pekerjaan di lingkungan rumahnya.
            Tugas kelompok, dalam pembelajaran kontekstual berbentuk pengerjaan proyek. Kegiatan ini merupakan cara untuk mencapai tujuan akademik sambil mengakomodasi perbedaan gaya belajar, minat, serta bakat dari masing-masing peserta didik. Isi dari proyek akademik terkait dengan konteks kehidupan nyata, oleh karena itu tugas ini dapat meningkatkan partisipasi peserta didik. Sebagai contoh, peserta didik diminta membentuk kelompok projek untuk menyelidiki penyebab pencemaran sungai di lingkungan peserta didik.
            Demonstrasi, peserta didik diminta menampilkan hasil penugasan kepada orang lain mengenai kompetensi yang telah mereka kuasai. Demonstrasi ini dapat dilakukan di kelas atau di luar kelas. Di dalam kelas antara lain dapat dilakukan dalam kegiatan laboratorium IPA, di lapangan olahraga untuk pelajaran Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Di luar kelas antara lain peserta didik diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya dalam pertunjukan, para penonton dapat memberikan evaluasi pertunjukan peserta didik.
G. PROBLEMA PENERAPAN KTSP DI INDONESIA.
a.      Pemerintah / Dinas Pendidikan
1.KTSP, Kurikulum yang Tidak Sistematis (AJE Toenlioe)
            Ketidaklogisan KTSP terjadi karena sekolah diberi kebebasan untuk mengelaborasi kurikulum inti yang dibuat pemerintah, tetapi evaluasi nasional oleh pemerintah melalui ujian nasional (UN) justru paling menentukan kelulusan siswa.
2.KTSP Tidak fungsional
            Kurikulum ini menjadi tidak logis karena tidak proporsionalnya pembagian tugas pengembangan antara pemerintah dan sekolah. Seharusnya pemerintah hanya menetapkan kerangka umum dari tujuan atau kompetensi, isi, strategi, dan evaluasi, sedangkan pengembangannya secara rinci menjadi siap pakai diserahkan sepenuhnya kepada sekolah.
b.     Kepsek yang kurang Mengerti KTSP
            Kepsek masih membuat pola-pola penyeragaman, dalam sistem pembelajaran maupun evaluasi hasil pembelajaran, dinilai tidak memahami tujuan dan tuntutan kurikulum tingkat satuan pengajaran (KTSP) yang baru diberlakukan pemerintah.
c.      Guru yang bermutu berjumlah sedikit
1.     Bahasan tentang kurikulum bagi guru terbatas
2.     Agen penyedia tenaga kependidikan kurang memberikan materi kependidikan yang memadai.
3.     Penataran tentang kurikulum ini yang dilakukan terbatas
4.     Pengawasan yang dilakukan terbatas terhadap tindak lanjut yang dilakukan
5.     Guru
6.     Buku-buku yang diberikan kepada murid kebanyakan tidak menunjang keberhasilan kurikulum ini?
7.     Guru yang menguasai atau siap dan bisa berkompetisi dalam kurikulum ini cuma sedikit
         8.   Kebanyakan guru-guru hanya merubah nama, format, atau silabi
                                                               BAB III      
PENUTUP
A. KESIMPULAN.
            KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Proses penerapan KTSP belum terlaksana dengan baik dan memang sulit untuk penerapanya. Karena keterbatasan guru di sekolah dalam menerjemahkan KTSP menjadi salah satu alasan kendala penerapan KTSPdi lapangan.. Tidak semua guru mampu membuat kurikulum, butuh keahlian khusus,(kata Hartono).
Landasan Hukum KTSP termuat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
            Menggunakan paradigma lama dalam mengajar untuk menghadapi tantangan baru dan situasi baru jelas kurang efektif. Agar kualitas pendidikan kita meningkat, guru perlu melakukan introspeksi dan mau mengubah paradigma mengajar, cara berpikir serta mempraktekkan pembelajaran dengan menggunakan paradigma belajar. Guru sebagai ujung tombak pembelajaran sudah sekian lama menggunakan metode lama, ia menjadi sumber belajar utama. Paradigma mengajar tersebut itu harus diubah dengan menggiatkan peserta didik agar dapat mencapai komepetensinya melalui penguasaan materi ajar.
B. SARAN
1. Agar setiap sekolah membentuk tim pengembang kurikulum KTSP dengan
    pendampingan dari Dinas Pendidikan dan dari Perguruan Tinggi dalam 
     memperlancar operasional KTSP di tingkat sekolah.
2. Dinas Pendidikan juga membentuk tim pengembang kurikulum KTSP dengan
     pendampingan pengawas dan dari Perguruan Tinggi.

ARTIKEL 4 (TUGAS BUAT BLOG) : Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Supervisi Pendidikan

ARTIKEL 4 (TUGAS BUAT BLOG) : Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Supervisi Pendidikan

 PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU MELALUI SUPERVISI PENDIDIKAN

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
TEORI BELAJAR DAN KONSEP MENGAJAR

DOSEN PENGAMPU : Prof. Dr.I.Nyoman Sudana Degeng, M.Pd.

Disusun Oleh :
MOH.TAUFIQ    ( 090020116 )
KELAS :  D


PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER TEKNOLOGI PEMBELAJARAN
UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA
2009/2010

KATA PENGANTAR

          Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta  hidayahNya  kepada saya sehingga makalah yang berjudul “Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Supervisi Pendidikan” ini dapat diselesaikan sesuai dengan rencana.
          Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah teori belajar dan konsep mengajar pada semester 1 (satu ) program Pasca Sarjana Teknologi Pembelajaran Tahun Akademik 2009/2010. Penulisan makalah ini memberikan gambaran bahwa guru sebagai ujung tombak pendidikan harus mampu meningkatkan diri dalam mengelola proses belajar mengajar dan dapat meningkatkan mutu pendidikan dalam rangka pengembangan kompetensi.
         Penulis menyadarai bahwa karya ini belumlah sempurna. Untuk itu saran dan kritik sangat diharapkan. Atas saran dan kritikannya penulis ucapkan terima kasih.

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang.
          Bahwa pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam  mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah ( pasal 1, ayat 1 UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen).
            Berdasarkan Permendiknas No.16/2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik Dan kompetensi Guru dinyakatan bahwa Guru harus mempunyai  4 (empat) kompetensi Inti yaitu, kompetensi pedagogik, kompetensi  kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional. Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancangkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia ialah melalui proses pembelajaran di sekolah.
          Dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan, guru merupakan komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan terus-menerus. Pembentukan profesi guru dilaksanakan melalui program pendidikan pra-jabatan maupun program dalam jabatan. Tidak semua guru yang dididik di lembaga pendidikan terlatih dengan baik dan kualified. Potensi sumber daya guru itu perlu terus bertumbuh dan berkembang agar dapat melakukan fungsinya secara potensial. Selain itu pengaruh perubahan yang serba cepat mendorong guru-guru untuk terus-menerus belajar menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mobilitas masyarakat. Hal tersebut lantaran guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tataran institusional dan eksperiensial, sehingga upaya meningkatkan mutu pendidikan harus dimulai dari aspek “guru” dan tenaga kependidikan lainnya yang menyangkut kualitas keprofesionalannya maupun kesejahteraan dalam satu manajemen pendidikan yang professional
B.Permasalahan.
1.Apakah supervisi pendidikan dapat meningkatkan profesionalisme guru ?
C.Tujuan.
1.Mendeskripsikan pengertian supervisi.
2.Manfaat supervisi untuk pengembangan sumber daya guru.
D.Manfaat.
1.Bagi guru dapat meningkatkan kinerjanya dalam proses belajar mengajar.
2.Bagi siswa dapat menerima pelajaran dengan mudah,kondisi proses pembelajaran menarik
   dan tidak menjemukan.
3.Bagi Kepala Sekolah dapat menghasilkan peningkatan kinerja guru sehingga mampu
   meningkatkan mutu sekolah dan mutu pendidikan.


BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian Supervisi
Konsep supervisi modern DAPAT dirumuskan sebagai berikut : “Supervision is assistance in the devolepment of a better teaching learning situation”. Supervisi adalah bantuan dalam pengembangan situasi pembelajaran yang lebih baik. Rumusan ini mengisyaratkan bahwa layanan supervisi meliputi keseluruhan situasi belajar mengajar (goal, material, technique, method, teacher, student, an envirovment). Situasi belajar inilah yang seharusnya diperbaiki dan ditingkatkan melalui layanan kegiatan supervisi. Dengan demikian layanan supervisi tersebut mencakup seluruh aspek dari penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran.
Konsep supervisi tidak bisa disamakan dengan inspeksi, inspeksi lebih menekankan kepada kekuasaan dan bersifat otoriter, sedangkan supervisi lebih menekankan kepada persahabatan yang dilandasi oleh pemberian pelayanan dan kerjasama yang lebih baik diantara guru-guru, karena bersifat demokratis. Istilah supervisi pendidikan dapat dijelaskan baik menurut asal usul (etimologi), bentuk perkataannya (morfologi), maupun isi yang terkandung dalam perkataan itu ( semantik).
1)      Etimologi
Istilah supervisi diambil dalam perkataan bahasa Inggris “ Supervision” artinya pengawasan di bidang pendidikan. Orang yang melakukan supervisi disebut supervisor.
2)      Morfologis
Supervisi dapat dijelaskan menurut bentuk perkataannya. Supervisi terdiri dari dua kata.Super berarti atas, lebih. Visi berarti lihat, tilik, awasi. Seorang supervisor memang mempunyai posisi diatas atau mempunyai kedudukan yang lebih dari orang yang disupervisinya.
3)      Semantik
     Pada hakekatnya isi yang terandung dalam definisi yang rumusanya tentang sesuatu tergantung dari orang yang mendefinisikan. Secara singkat telah merumuskan bahwa supervisi sebagai bantuan pengembangan situasi mengajar belajar agar lebih baik. Supervisi dapat dirumuskan juga sebagai pelayanan khususnya menyangkut perbaikan proses belajar mengajar. Sedangkan Depdiknas (1994) merumuskan supervisi sebagai berikut : “ Pembinaan yang diberikan kepada seluruh staf sekolah agar mereka dapat meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik “. Dengan demikian, supervisi ditujukan kepada penciptaan atau pengembangan situasi belajar mengajar yang lebih baik. Untuk itu ada dua hal (aspek) yang perlu diperhatikan :
a.       Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
b.      Hal-hal yang menunjang kegiatan belajar mengajar
Karena aspek utama adalah guru, maka layanan dan aktivitas kesupervisian harus lebih diarahkan kepada upaya memperbaiki dan meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola kegiatan belajar mengajar. Untuk itu guru harus memiliki yakni : 1) kemampuan pedagogikl, 2) kemampuan kepribadian 3) kemampuan sosial 4) kemampuan professional (Depdiknas, 1982).
Atas dasar uraian diatas, maka pengertian supervisi dapat dirumuskan sebagai berikut “ serangkaian usaha pemberian bantuan kepada guru dalam bentuk layanan profesional yang diberikan oleh supervisor ( Pengawas sekolah, kepala sekolah, dan pembina lainnya) guna meningkatkan mutu proses dan hasil belajar mengajar. Karena supervisi atau pembinaan guru tersebut lebih menekankan pada pembinaan guru tersebut pula “Pembinaan profesional guru“ yakni pembinaan yang lebih diarahkan pada upaya memperbaiki dan meningkatkan kemampuan profesional guru. Supervisi dapat kita artikan sebagai pembinaan. Sedangkan sasaran pembinaan tersebut bisa untuk kepala sekolah, guru, pegawai tata usaha. Namun yang menjadi sasaran supervisi diartikan pula pembinaan guru.
B.Manfaat Supervisi Untuk Pengembangan Sumber Daya Guru.
         Permasalahan yang dihadapi dalam melaksanakan supervisi di lingkungan pendidikan dasar adalah bagaimana cara mengubah pola pikir yang bersifat otokrat dan korektif menjadi sikap yang konstruktif dan kreatif, yaitu sikap yang menciptakan situasi dan relasi di mana guru-guru merasa aman dan diterima sebagai subjek yang dapat berkembang sendiri. Untuk itu, supervisi harus dilaksanakan berdasarkan data, fakta yang objektif .
Ada dua hal yang mendasari pentingnya supervisi dalam proses pendidikan.
1.      Perkembangan kurikulum merupakan gejala kemajuan pendidikan. Perkembangan tersebut sering menimbulkan perubahan struktur maupun fungsi kurikulum. Pelaksanaan kurikulum tersebut memerlukan penyesuaian yang terus-menerus dengan keadaan nyata di lapangan. Hal ini berarti bahwa guru-guru senantiasa harus berusaha mengembangkan kreativitasnya agar daya upaya pendidikan berdasarkan kurikulum dapat terlaksana secara baik. Namun demikian, upaya tersebut tidak selamanya berjalan mulus. Banyak hal sering menghambat, yaitu tidak lengkapnya informasi yang diterima, keadaan sekolah yang tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum, masyarakat yang tidak mau membantu, keterampilan menerapkan metode yang masih harus ditingkatkan dan bahkan proses memecahkan masalah belum terkuasai. Dengan demikian, guru dan Kepala Sekolah yang melaksanakan kebijakan pendidikan di tingkat paling mendasar memerlukan bantuan-bantuan khusus dalam memenuhi tuntutan pengembangan pendidikan, khususnya pengembangan kurikulum.
2.      Pengembangan personel, pegawai atau karyawan senantiasa merupakan upaya yang terus-menerus dalam suatu organisasi. Pengembangan personal dapat dilaksanakan secara formal dan informal. Pengembangan formal menjadi tanggung jawab lembaga yang bersangkutan melalui penataran, tugas belajar, loka karya dan sejenisnya. Sedangkan pengembangan informal merupakan tanggung jawab pegawai sendiri dan dilaksanakan secara mandiri atau bersama dengan rekan kerjanya, melalui berbagai kegiatan seperti kegiatan ilmiah, percobaan suatu metode mengajar, dan lain sebagainya.
Kegiatan supervisi pengajaran merupakan kegiatan yang wajib dilaksanakan dalam penyelenggaraan pendidikan. Pelaksanaan kegiatan supervisi dilaksanakan oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah dalam memberikan pembinaan kepada guru. Hal tersebut karena proses belajar-mengajar yang dilaksakan guru merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh karena kegiatan supervisi dipandang perlu untuk memperbaiki kinerja guru dalam proses pembelajaran.
Secara umum ada 2 (dua) kegiatan yang termasuk dalam kategori supevisi pengajaran, yakni:
1.      Supervsi yang dilakukan oleh Kepala Sekolah kepada guru-guru.
Secara rutin dan terjadwal Kepala Sekolah melaksanakan kegiatan supervisi kepada guru-guru dengan harapan agar guru mampu memperbaiki proses pembelajaran yang dilaksanakan. Dalam prosesnya, kepala sekolah memantau secara langsung ketika guru sedang mengajar. Guru mendesain kegiatan pembelajaran dalam bentuk rencana pembelajaran kemudian kepala sekolah mengamati proses pembelajaran yang dilakukan guru. Saat kegiatan supervisi berlangsung, kepala sekolah menggunakan leembar observasi yang sudah dibakukan, yakni Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG). APKG terdiri atas APKG 1 (untuk menilai Rencana Pembelajaran yang dibuat guru) dan APKG 2 (untuk menilai pelaksanaan proses pembelajaran) yang dilakukan guru.
2.      Supervisi yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah kepada Kepala Sekolah dan guru-guru untuk meningkatkan kinerja.
Kegiatan supervisi ini dilakukan oleh Pengawas Sekolah yang bertugas di suatu Gugus Sekolah. Gugus Sekolah adalah gabungan dari beberapa sekolah terdekat, biasanya terdiri atas 5-8 Sekolah Dasar. Hal-hal yang diamati pengawas sekolah ketika melakukan kegiatan supervisi untuk memantau kinerja kepala sekolah, di antaranya administrasi sekolah, meliputi:
a.       Bidang Akademik, mencakup kegiatan:
1)      menyusun program tahunan dan semester,
2)      mengatur jadwal pelajaran,
3)      mengatur pelaksanaan penyusunan model satuan pembelajaran,
4)      menentukan norma kenaikan kelas,
5)      menentukan norma penilaian,
6)      mengatur pelaksanaan evaluasi belajar,
7)      meningkatkan perbaikan mengajar,
8)      mengatur kegiatan kelas apabila guru tidak hadir, dan
9)      mengatur disiplin dan tata tertib kelas.
b.      Bidang Kesiswaan, mencakup kegiatan:
1)      mengatur pelaksanaan penerimaan siswa baru berdasarkan peraturan penerimaan siswa baru,
2)      mengelola layanan bimbingan dan konseling,
3)      mencatat kehadiran dan ketidakhadiran siswa, dan
4)      mengatur dan mengelola kegiatan ekstrakurikuler.
c.       Bidang Personalia, mencakup kegiatan:
1)      mengatur pembagian tugas guru,
2)      mengajukan kenaikan pangkat, gaji, dan mutasi guru,
3)      mengatur program kesejahteraan guru,
4)      mencatat kehadiran dan ketidakhadiran guru, dan
5)      mencatat masalah atau keluhan-keluhan guru.
d.      Bidang Keuangan, mencakup kegiatan:
1)      menyiapkan rencana anggaran dan belanja sekolah,
2)      mencari sumber dana untuk kegiatan sekolah,
3)      mengalokasikan dana untuk kegiatan sekolah, dan
4)      mempertanggungjawabkan keuangan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
e.       Bidang Sarana dan Prasarana, mencakup kegiatan:
1)      penyediaan dan seleksi buku pegangan guru,
2)      layanan perpustakaan dan laboratorium,
3)      penggunaan alat peraga,
4)      kebersihan dan keindahan lingkungan sekolah,
5)      keindahan dan kebersihan kelas, dan
6)      perbaikan kelengkapan kelas.
f.        Bidang Hubungan Masyarakat, mencakup kegiatan:
1)      kerjasama sekolah dengan orangtua siswa,
2)      kerjasama sekolah dengan Komite Sekolah,
3)      kerjasama sekolah dengan lembaga-lembaga terkait, dan
4)      kerjasama sekolah dengan masyarakat sekitar .
Sedangkan ketika mensupervisi guru, hal-hal yang dipantau pengawas juga terkait dengan administrasi pembelajaran yang harus dikerjakan guru, diantaranya :
a.       Penggunaan program semester
b.      Penggunaan rencana pembelajaran
c.       Penyusunan rencana harian
d.      Program dan pelaksanaan evaluasi
e.       Kumpulan soal
f.        Buku pekerjaan siswa
g.       Buku daftar nilai
h.       Buku analisis hasil evaluasi
i.         Buku program perbaikan dan pengayaan
j.        Buku program Bimbingan dan Konseling
k.      Buku pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler
         Dengan demikian nantinya guru akan semakin professional sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman , sesuai dengan tuntutan pemerintah dan sesuai dengan tuntutan masyarakat. Untuk menjadi profesional, seorang guru dituntut memiliki lima hal, yakni:
1)      Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Ini berarti bahwa komitmen tertinggi guru adalah kepada kepentingan siswanya.
2)      Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkan serta cara mengajarkannya kepada siswa. Bagi guru, hal ini meryupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
3)      Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku siswa sampau tes hasil belajar.
4)      Guru mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya. Artinya, harus selalu ada waktu untuk guru guna mengadakan refleksi dan koreksi terhadap apa yang telah dilakukannya. Untuk bisa belajar dari pengalaman, ia harus tahu mana yang benar dan salah, serta baik dan buruk dampaknya pada proses belajar siswa.
5)      Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya, misalnya PGRI dan organisasi profesi lainnya.
Dalam konteks yang aplikatif, kemampuan professional guru dapat diwujudkan dalam penguasaan sepuluh kompetensi guru, yang meliputi:
1)      Menguasai bahan, meliputi: a) menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum, b) menguasai bahan pengayaan/penunjang bidang studi.
2)      Mengelola program belajar-mengajar, meliputi: a) merumuskan tujuan pembelajaran, b) mengenal dan menggunakan prosedur pembelajaran yang tepat, c) melaksanakan program belajar-mengajar, d) mengenal kemampuan anak didik.
3)      Mengelola kelas, meliputi: a) mengatur tata ruang kelas untuk pelajaran, b) menciptakan iklim belajar-mengajar yang serasi.
4)      Penggunaan media atau sumber, meliputi: a) mengenal, memilih dan menggunakan media, b) membuat alat bantu yang sederhana, c) menggunakan perpustakaan dalam proses belajar-mengajar, d) menggunakan micro teaching untuk unit program pengenalan lapangan.
5)      Menguasai landasan-landasan pendidikan.
6)      Mengelola interaksi-interaksi belajar-mengajar.
7)      Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pelajaran.
8)     Mengenal fungsi layanan bimbingan dan konseling di sekolah, meliputi: a) mengenal fungsi dan layanan program bimbingan dan konseling, b) menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling.
9)      Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah.
10)  Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.
Proses pendidikan yang bermutu ditentukan oleh berbagai unsur dinamis yang akan ada di dalam sekolah itu dan lingkungannya sebagai suatu kesatuan sistem. Ada sepuluh faktor penentu terwujudnya proses pendidikan yang bermutu, yakni:
1)      keefektifan kepemimpinan kepala sekolah
2)      partisipasi dan rasa tanggung jawab guru dan staf,
3)      proses belajar-mengajar yang efektif,
4)      pengembangan staf yang terpogram,
5)      kurikulum yang relevan,
6)      memiliki visi dan misi yang jelas,
7)      iklim sekolah yang kondusif,
8)      penilaian diri terhadap kekuatan dan kelemahan,
9)      komunikasi efektif baik internal maupun eksternal, dan
10)  keterlibatan orang tua dan masyarakat secara instrinsik.
Dalam konsep yang lebih luas, mutu pendidikan mempunyai makna sebagai suatu kadar proses dan hasil pendidikan secara keseluruhan yang ditetapkan sesuai dengan pendekatan dan kriteria tertentu . Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan. Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain dengan mengintegrasikan input sekolah sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. Output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah yang dapat diukur dari kualitasnya, efektifitasnya, produktifitasnya, efisiensinya, inovasinya, dan moral kerjanya.
Berdasarkan konsep mutu pendidikan maka dapat dipahami bahwa pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor proses pendidikan..Input pendidikan merupakan hal yang mutlak harus ada dalam batas – batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis meningkatkan mutu pendidikan (school resources are necessary but not sufficient condition to improve student achievement).

BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan.
        Dari uraian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan :
1.     Supervisi adalah bantuan dalam pengembangan situasi pembelajaran yang lebih baik.
2.     Konsep supervisi tidak bisa disamakan dengan inspeksi, inspeksi lebih menekankan kepada kekuasaan dan bersifat otoriter, sedangkan supervisi lebih menekankan kepada persahabatan yang dilandasi oleh pemberian pelayanan dan kerjasama yang lebih baik diantara guru-guru, karena bersifat demokratis.
3.     Mengubah pola pikir Supervisor ( Kepala sekolah, Pengawas pendidikan) yang bersifat otokrat dan korektif menjadi sikap yang konstruktif dan kreatif, yaitu sikap yang menciptakan situasi dan relasi di mana guru-guru merasa aman dan diterima sebagai subjek yang dapat berkembang sendiri.
B.Saran.
1.Guru dapat mengembangkan proses pembelajaran secara dinamis tanpa adanya tekanan.
2.Guru selalu aktif dan kreatif dalam membuat dan mengembangkan perangkat pembelajaran 
   sesuai hati nurani tanpa adanya paksaan,karena sesuai dengan kewajibannya.